Minggu, 21 Desember 2014

Pentingnya Guru Menulis

Belajar, dengan menulis.
Menulis, tetap ingat apa yang dipelajari.
Mendengar lupa. Menulis ada catatan.
Guru menulis memang harus.
Paling sedikit ada satu yang harus ditulis oleh guru.
1. Perencanaan kegiatan belajar. Dalam suatu acara seminar, seorang narasumber mengatakan bahwa ruang kelas adalah panggung. Agar panggung ini bisa dikuasai perlu rencana. Adakah artis yang mau manggung tanpa rencana, dengan lagu yang tak dikuasai, suara fals dan tanpa tata rias? Gurupun seharusnya demikian. Kita tidak bisa mengajar tanpa rencana. Belajar adalah suatu kegiatan terencana dan bertujuan. Tanpa rencana = merencanakan kegagalan.
Mengapa rencana harus ditulis? Agar tidak lupa. Setuju?
Selain itu, rencana diperlukan, bilamana, guru berhalangan hadir, guru pengganti mengetahui dan dapat melakukan tindak lanjut dari rencana tersebut. Seorang guru yang (seperti saya) kurang ideal kondisi kesehatannya bisa lebih detail dalam menulis rencana-nya, agar sewaktu-waktu tidak hadir (karena sakit) bisa tetap berjalan pelajarannya sesuai rencana.
Rencana merupakan outline penting yang harus dituliskan guru. Pada satu rencana bisa saja penerapan lapangannya tergantung pada guru yang bersangkutan, namun sekurangnya jelas tujuan pembelajaran dan kelihatan apa yang sudah dicapai.
2. Guru perlu menuliskan refleksi dari pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Refleksi merupakan hal penting lain, bisa melakukan perencanaan belum tentu sesuai dengan harapan pada pelaksanaan. Refleksi merupakan evaluasi, pencapaian dalam pelaksanaan, kekurangan dan hal hal yang perlu diperbaiki serta hal-hal yang penting untuk dipertahankan. Refleksi merupakan evaluasi diri secara mandiri. Walaupun seorang guru ingin berhasil dalam mengajar, belum tentu bisa dicapai dalam sekali pertemuan. Refleksi ini mencakup rasa, emosi saat mengajar, kesiapan siswa belajar, dan juga pemikiran terhadap perbaikan.
Mengapa refleksi penting? Karena pendidikan bukan tergantung pada faktor siswa saja, namun juga pada faktor guru yang siap belajar. Belajar dari kesalahan dan kekurangan pada pembelajaran sebelumnya.
3. Guru juga dapat menularkan kebiasaan menulis refleksi ini pada siswa. Guru perlu membaca refleksi siswa untuk melengkapi refleksi dirinya.
Belakangan ini, di kelas saya menyediakan buku catatan untuk siswa menuliskan perasaan dan pemikirannya setelah pembelajaran seharian. Pada buku yang saya berikan siswa lebih bisa mengekspresikan dirinya dan menjelaskan perasaannya berkaitan dengan pembelajaran. Salah satu siswa saya menggunakan buku yang saya bagikan untuk mencurahkan pemikirannya mengenai manajemen kelas saya juga.
Menarik karena dalam suatu acara bersama, seorang nara sumber menyebutkan bahwa guru yang baik belajar juga dari siswanya. Tulisan siswa saya mengajarkan saya hal-hal yang perlu saya perbaiki. Ia memotret hal-hal yang terjadi yang terlewatkan oleh saya. Siswa saya ini membuat saya semakin termotivasi menulis. Jadi, kebiasaan guru menulis memicu siswa untuk menulis juga. Seperti halnya membaca ditularkan, maka menulis-pun juga bisa ditularkan.
4. Saya menulis, karena tulisan saya adalah pemikiran saya, refleksi dari pengalaman hidup saya. Jadi sebagai guru, beberapa tulisan saya adalah berkaitan dengan pengalaman saya di sekolah. Koreksian, aturan, dan kegiatan keseharian guru. HANYA REFLEKSI. Cermin pemikiran dan perilaku, dan jika meminjam ungkapan seorang dosen, TERAPI JIWA.
Menulis diawali dari keinginan meluapkan rasa, berkelanjutan karena adanya fasilitas dari KOMPASIANA. Sejak mengenal KOMPASIANA, dan menyadari tulisan-tulisan saya mempunyai pembaca, maka timbullah semangat untuk menulis.
Guru juga manusia biasa. Punya perasaan, punya problem. Kehidupannya mungkin tak hanya berkutat di sekolah. Ada guru yang menjadi kepala keluarga, ada guru yang menjadi ibu rumah tangga. Ada guru yang melajang. Kondisi psikologis guru mempengaruhi interaksinya dengan siswa. Dengan menulis, guru dapat menerapi jiwanya sendiri, bertutur menyembuhkan diri sendiri.
Contoh sederhana, kemarin saya dipuji seseorang. “Hebat ya, miss. Ulangan bisa dikoreksi dengan cepat.” Kebetulan pujian itu hanya terdengar telinga saya. Kalau ada telinga guru lain mendengar, tentunya akan terjadi bisik-bisik. Seperti waktu kepala sekolah menyebutkan kepada guru-guru, “ Guru kita dipuji, mengerjakan koreksi ulangan cepat. Kepala sekolah tidak salah pilih guru. Selamat ya miss.” Reaksi spontan yang timbul di antara guru-guru adalah, “sudah buat analisisnya?” Guru yang dipuji memang baru bergabung dan belum tahu apa itu analisis. Perhatikan, bahwa guru punya rasa. Bisa merasa iri atau kurang dihargai, karena sudah bekerja lama tidak pernah dipuji, yang baru malah dipuji. Menulis menjadi TERAPI yang baik. Mencatat perasaan iri atau kurang dihargai bahkan mencatat keberhasilan, sehingga saat rasa iri mengganggu, kita punya pemikiran,… saya juga pernah mencapai prestasi kok. Guru tetap punya semangat dan gairah dalam mengajar. Saya punya beberapa buku berisi pujian siswa pada saya, yang pada saat saya lelah dan kendur, menjadi motivasi yang menyegarkan. Tetapi, bukan hanya siswa yang dapat menuliskan motivasi. Sebagai guru, kita perlu memotivasi diri. Caranya? Ya menulis.
5. Karena kebetulan saya di sekolah, maka saya bisa memotret kejadian-kejadian dalam lingkup sekolah. Tantangan yang dihadapi guru dan sukacita mengajar anak-anak. Saya menulis, karena ingin. Tentunya, saya berani mempertanggungjawabkan tulisan saya. Artinya, saya belajar dari semua pengalaman dan peristiwa yang saya alami. Memotret berarti mewariskan pengetahuan pada generasi berikutnya.
6. Tujuannya berbagi. Memang kelihatannya hanya berbagi, namun apa yang kita miliki, jika dibagikan akan memperkaya isinya. Berbagi yang paling sederhana, adalah pemikiran melalui tulisan. Guru yang profesional tentu saja guru yang mumpuni di bidangnya, dan guru yang cerdas dapat menuliskan pemikiran dari kompetensi yang telah dikuasainya. Interaksi antara guru dan peserta didik akan terlihat ketika guru menuliskan pengalaman terbaiknya, dan tentu saja melalui tulisan (sekali lagi) mampu mewariskannya pada guru-guru di masa yang akan datang.
Guru adalah figur yang secara professional dituntut mampu berbagi. Khususnya membagikan pengetahuannya sesuai mata pelajaran yang diampu. Ini dibuktikan melalui karya tulisnya baik secara ilmiah sebuat penelitian tindakan kelas, maupun secara reportase yaitu catatan harian. Orang yang pandai belum tentu bisa menjadi guru, karena berbagi adalah seni dan naluri seorang guru. Saya sudah sering mendengar pernyataan, “saya tidak sanggup mengajari anak saya, bukannya tidak tahu sih, tetapi bagaimana caranya?” Masalah besarnya adalah pada cara berbagi. Pintar saja tidak cukup, bagi seorang guru. Ia perlu mewakafkan diri, memberikan diri untuk berbagi.
Ruang ajar guru hanya sebatas kelas, atau lingkungannya saat ia berbagi. Dengan menulis, ia membuatnya menjadi global, apalagi dengan adanya blog, dan buku.Menulis di blog, menulis di media cetak, menulis buku memperluas jangkauan kelas kita. Distribusi guru tidak merata, mungkin dengan sumbangsih tulisan, guru dapat menjadi guru di tempat-tempat yang tak pernah dijejakinya. Saya misalnya, saat ini berdomisili di Jakarta, tulisan saya mengenai pembelajaran di SD bisa saja dibaca dan menjadi inspirasi bagi ibu rumah tangga di Papua, dan menolong guru yang bukan berasal dari pendidikan guru di pelosok Aceh. Apa mungkin? Mungkin.
Berkait dengan pentingnya guru menulis, manfaatnya adalah,
Mengembangkan dan menerapkan program-program inovatif, program inovatif bisa berkembang dan diterapkan dan terus dikembangkan jika ditulis. Bukannya sayang jika program yang dimiliki terlewatkan tanpa adanya rekaman tulisan. Tulisan guru dapat memotret program inovatif yang diterapkannya dalam manajemen kelas, pelaksanaan pembelajaran bahkan juga konseling siswa untuk perkembangan diri mereka.
• Membangun kapasitas dan memberdayakan guru. Ia tidak hanya menjadi penerima aturan ataupun kurikulum, pada akhirnya namun mampu memberdayakan dan menginspirasi anak didik serta lingkungannya. Guru bukan hanya berfungsi di sekolah, namun juga di luar sekolah. Menulis adalah salah satu caranya. Guru yang tidak menulis berhenti pada titik menerima, tidak berdaya apalagi berkapasitas lebih.
• Mendokumentasikan dan berbagi praktek-praktek terbaik kepada masyarakat. Menulis adalah proses dokumentasi yang tak akan hilang. Apa yang kita pikirkan akan lenyap jika tidak didokumentasikan. Guru yang menulis mewariskan pemikirannya pada masa depan.
Berkait dengan penulisan buku, guru dapat memasyarakatkan kesenangan membaca. Budaya literasi ditularkan dengan teladan. Ketika saya bercerita pada murid saya, bahwa saya menulis buku, mereka senang sekali. Padahal, penerbitannya masih indie. Mereka berebut membaca dan tak jarang menanyakan kebenaran cerita yang saya tulis. “ini cerita terjadi benar ya miss? Real story?” Ada juga di antara murid saya bertanya, “ apa menulis buku susah miss? ”
Pentingnya guru menulis bagi saya adalah sebagai refleksi dari apa yang sudah dilakukannya. Saya menjadi lebih mawas diri dan terus memperbaiki kinerja sebagai seorang guru.
Tantangan yang dihadapi guru untuk menulis, WAKTU. Saya mengagumi beberapa rekan kompasianers yang selain mengajar, masih punya waktu menulis. Tumpukan koreksian tak ada akhir di atas meja, dan juga administrasi menunggu untuk dikerjakan. Belum lagi, bagi ibu rumah tangga, atau kepala keluarga, yang juga seorang guru, waktu menulis. Kesibukan yang bertubi-tubi, ternyata justru memberi lebih banyak inspirasi untuk menulis, kata beberapa di antaranya.
Mengatasi tantangan ini dapat dilakukan sesuai saran dari seorang dosen yang juga penulis, dengan membuat skala prioritas dan manajemen waktu. Menulis pada dini hari misalnya. Membantu guru saat masih fresh, membuat perencanaan, refleksi, dan menyiapkan perbaikan.
Jadi, apa penting guru menulis? Jelas, PENTING.
Tulis artikel, ceritakan pemikiranmu.
Tulis cerita, inspirasikan siswamu
Tulis inspirasi, motivasi diri dan orang lain
Tulis motivasi, bagikan kekayaan batinmu
Tulis kekayaan hati, wariskan bagi generasi mendatang
Tulis warisan, bagikan pengetahuan.
Tulis pengetahuan, jadikan hidup kita kekal.
Salam cerdas edukasi
Maria Margaretha

Kamis, 13 November 2014

Peranan Teknologi Informasi dalam Pembelajaran

Oleh Maria Margaretha S.Pd.
Pada masa lalu, guru mengajar menggunakan buku ajar. Guru yang sudah mengajar bertahun-tahun, menguasai buku ajar hingga kadang kala guru sudah tak lagi perlu membuka buku ajar untuk melaksanakan proses pembelajaran. Hafal tanpa melihat buku ajar lagi.
Murid pada masa lalu bergantung sepenuhnya pada guru untuk menjelaskan hal-hal yang ada dalam buku ajar. Murid tidak masuk sekolah akan ketinggalan materi ajar yang diterangkan oleh guru. Murid takut sekali absen, karena takut ketinggalan.
Masa kini, murid tak lagi takut absen sekolah. Kata mereka, belajar melalui you tube lebih menarik dari keterangan guru. Mereka juga tak segan mengkritisi guru, karena hal-hal yang diterangkan guru sudah mereka ketahui dari internet.
Kondisi seperti ini, apakah fungsi guru jadinya?
Di kelas 5 SD, anggota kelas saya, dari 32 siswa, 28 di antaranya mempunyai akses internet. Mereka menggunakan internet dalam kesehariannya. 17 dari 28 tersebut mempunyai akses secara mobile, melalui I-Pad, atau telepon pintar (smart phone) dan sisanya menggunakan PC atau laptop. Ada juga yang menggunakan keduanya.
Separuh dari 28 tersebut menggunakan akses-nya ke internet untuk mencari bahan pelajaran yang tidak dimengertinya. Namun sedih juga, ternyata lebih banyak lagi yang menggunakan akses internet tersebut untuk akses game online. Beberapa di antaranya bahkan aktif di sosial media.
Sebagai guru masa kini, apa tindakan saya?
1. Mendorong diri memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari sumber belajar. Saya menarik minat anak didik saya masuk pelajaran dengan pembukaan berupa video atau tampilan power point yang menarik, yang membuat anak jadi ingin tahu. Tentu saja ini memerlukan sarana dan prasarana pendukung dari sekolah. Tidak semua sekolah memiliki proyektor dan juga speaker, namun sekali lagi, kemampuan guru menggunakan piranti semacam ini penting. Guru perlu menguasai cara membuat slide untuk presentasi yang menarik, menambahkan animasi dan membuat desain dengan cara yang bervariasi.
2. Meng-edukasi anak menggunakan piranti elektronik dan akses internet untuk belajar. Memberikan tugas-tugas yang membuat anak belajar dengan menggunakan akses tersebut. Beberapa sekolah yang maju dan semua siswanya bisa terhubung dengan internet berlangganan situs-situs pembelajaran seperti, Raz-kidz.com, untuk meningkatkan kemampuan membaca bahasa Inggris, science, dan matematika.
Saya pernah memanfaatkan situs seperti IXL.com untuk melatih anak belajar matematika. Ada banyak situs-situs pendidikan yang bisa kita sarankan pada sisiwa untuk meningkatkan kemampuan pelajaran yang kita ampu. Sebagai guru SD yang mengampu semua mata pelajaran tentunya situs-situs ini bisa berguna sekali. Referensi tambahan untuk latihan pelajaran dengan topik-topik tertentu
3. Memberikan pembelajaran pada siswa terkait dengan etika di dunia maya dan memberikan pemahaman pentingnya menggunakan internet untuk kebaikan, bukan sekedar fun, namun memiliki nilai tambah yaitu ilmu dan etika.
Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi guru adalah,
a. Membuat kegiatan belajar jadi menyenangkan. Bervariasi dan tidak membosankan. Anak usia sekolah dasar senang bermain dan akses internet memberikan variasi latihan soal yang seolah-olah bermain, padahal belajar juga. Menghafalkan perkalian dengan games interaktif di papan tulis elektronik, membuat kelas sangat bersemangat.
b. Kesempatan guru meng-update kemampuan mengenai manajemen kelas dengan bergabung pada organisasi keguruan di dunia maya. Banyak tips-tips manajemen kelas yang di share oleh rekan guru lain, bisa kita manfaatkan dengan modifikasi untuk kelas kita. Mengapa tidak?
Selain itu kita juga dapat menemukan metode-metode pembelajaran unik yang bisa kita gunakan di kelas kita. Hal yang kita pikirkan, dan kita tahu, mungkin adalah hal baru bagi teman guru di tempat lain. Hal yang bagi guru lain biasa, bagi kita itu baru. Dengan Teknologi, kita bisa melakukan update dan membuat kelas kita lebih menarik dan kreatif.
c. Membangun jejaring sesama guru. Bertukar pikiran, untuk kemajuan pendidikan. Kreativitas tak melulu hadir dalam kesendirian, namun ketika kita bertemu (dunia maya) dengan guru lain, kita bisa menemukan inspirasi baru. Kenapa tidak?
d. Memperoleh sumber kreativitas tanpa ujung. Internet dipenuhi bahan-bahan yang bisa kita manfaatkan. Jika sekolah tidak punya proyektorpun, kita bisa menemukan gambar-gambar bermanfaat yang bisa diprint untuk media mengajar.
TAK KALAH PENTINGNYA:
Guru menguasai TIK bisa membuat buku, dan memberi manfaat pada lebih banyak orang melalu menulis. Mengapa tidak?

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...