Jumat, 21 Agustus 2015

Menjadi Pembelajar

Pagi ini selagi memeriksa pekerjaan matematika siswa saya, ternyata saya menemukan bahwa anak-anak yang saya lihat mumpuni dalam matematika tidak mendapatkan nilai yang sesuai kemampuan mereka. Setelah saya mengulang periksa, saya menemukan anak-anak ini melakukan kesalahan kesalahan pada soal soal yang relatif mudah.
Mendadak saya jadi teringat sendiri pada kegagalan yang dialami banyak orang. Kadang kala merasa senior, mampu dan berpengalaman membuat orang yang baik terjebak pada kesalahan. 
Yah, membuat kesalahan menjadi hal yang ditoleransi saat kita baru, namun setelah menjadi senior dan berpengalaman semestinya kita tidak melakukan kesalahan yang sama.
Hal hal yang membuat kita melakukan kesalahan:
1. Menganggap mudah.
Ini mah sudah biasa saya lakukan. Gampang. Ah, cuma berhitung saja. Saya bisa. Merasa bisa, membuat kita menganggap sepele suatu masalah. Akibatnya, kita sukar melihat bahwa kita adalah manusia yang tak luput dari salah. Hal ini menyebabkan juga kita jadi sukar menerima koreksi. 
2. merasa tidak bisa.
Seorang yang merasa tidak bisa juga dengan mudah menganggap kegagalan sebagai bukti ketidak mampuannya. Padahal sebenarnya mungkin ia mampu, hanya ia tak mau meregangkan diri dan merasa nyaman dengan keadaan yang aman. 

Menjadi pembelajar artinya kita mesti berhati-hati dengan kedua keadaan tersebut di atas. Murid saya yang memandang mudah latihan, saat test memperoleh nilai dibawah kemampuannya, sama dengan murid yang memandang suatu latihan terlalu sukar dan menolak berlatih akan kehilangan kesempatan meningkatkan kemampuannya, sedangkan, dalam kehidupan, semua orang perlu naik kelas bukan? 

Sama dengan isu bertiup belakangan ini, tentang ojek konvensional dan gojek misalnya. Ojek konvensional, mencoba mengusir pengendara gojek, karena banyak hal, namun sebenarnya, menjadi pengemudi gojek merupakan peningkatan bagi  ojek pangkalan. Biasa mangkal tak tahu akan dapat penumpangkah, dengan menjadi pengemudi gojek, adanya penumpang lebih pasti. 

Tetapi, pengojek perlu belajar. Mengoperasikan HP dengan aplikasi bila tak biasa memang merepotkan. Namun belajar itu perlu. Mengapa tidak mencoba? Jika tak berani mencoba harusnya jangan mengeluh.

Seperti halnya derasnya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia. Tahun 2009, saya bekerja di Batam dan banyak teman sekerja berasal dari Filipina. Ada juga orang barat. Guru asing sudah menjadi sesuatu yang biasa setelah itu. Kualitas guru asing belum tentu lebih baik dari guru lokal. Namun tetap saja banyak sekolah memakai guru guru ini. Lebih mahal jelas. Hal yang tidak disadari guru guru lokal adalah, saat persaingan menjadi bebas, perlu kita meningkatan kualitas.

Di m, saya menemukan tenaga kerja Filipina ini gila-gilaan.  Mereka tidak keberatan lembur, samapi 3-4 jam di luar jam kerja demi menyelesaikan tanggung jawab mereka. Dokumentasi kegiatan belajar mereka benar-benar dibuat dengan serius, sesuai standar sekolah. 

Sampai saat ini saya masih menemukan kualitas kerja serupa. Tidaklah heran mereka disukai, walaupun sebenarnya kualitas guru Indonesia juga tidak kalah. Sayangnya, guru lokal, kadang kala lebih berorientasi uang...uang dan uang. Takut kerja, suka uang. 

Saat kalah saing, banyak keluhan. Wajarlah mereka kerja keras, kan gajinya lebih tinggi dan sebagainya. Padahal, saya pernah sekali mendengar bahwa gaji mereka beda tipis dengan saya. Sampai kaget juga waktu itu. Lha kalau ternyata bayaran mereka murah, kok niat sekali mereka kerja dengan serius? 

Ternyata kemudian saya tahu, bahwa, waktu di Batam, mereka diberi bonus tahunan yang jumlahnya cukup menggiurkan. Bagaimana dengan di tempat lain? Ada bonus, malah ada yang bulanan, tetapi sesuai penilaian kinerja. Lha kalau dikasih kerjaan mengeluh melulu, banyak alasan, padahal sebenarnya bagian dari tanggung jawabnya? Menolak belajar hal-hal baru? 
Belajar, itu adalah kerja. 

Kita perlu mencoba mengatasi kesulitan dan tidak menganggap mudah kalau ingin naik kelas. 

Yang belajar tentu akan berhasil. Sesulit apapun, belajar itu perlu. Daripada tergerus dan kehilangan kesempatan. 

Salam pembelajar.   


Maria Margaretha
Jambi, 21 Agustus 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...