Sabtu, 17 Januari 2015

Sociopath (catatan seorang teman)

Sociopath adalah orang yang berperilaku anti sosial, kurang bertanggung jawab dengan perbuatannya dan mengabaikan hati nurani.
Seorang yang mengidap sociopath adalah orang yang cenderung anti sosial dan meremehkan opini orang lain dan senang hidup dalam kebenaran menurut versinya juga suka menjatuhkan orang lain.
Saya akan melarang orang lain memasak di rumah saya tapi jangan salahkan saya kalau saya sendiri suka menggoreng “ikan” tetangga sendiri.
Saya akan berhaha hihi untuk menyebut gadis yang menjadi orang ketiga adalah perusak rumah tangga orang lain tapi jangan pernah menyatakan saya salah kalau saya berpendapat ” rumah tangga bukanlah barang yang bisa dirusak oleh pihak ketiga”.
Saya akan mengatakan kalau rumah saya jangan dimasuki orang gila tapi jangan salahkan saya kalau saya boleh gila di rumah orang lain, karena saya orang gila.
***
Setiap apa yang ditulis seseorang dalam sebuah artikelnya adalah sebuah keniscayaan relatif. Tidak bisa mutlak selalu benar dan juga tidak mutlak selalu salah. Selalu ada nilai - nilai berspektrum luas yang ditulis seseorang untuk bisa dikaji dan digali oleh pembacanya. Maka dalam media sosial, penyedia selalu mempersilahkan semua pihak untuk berinteraktif dengan menjawab sebuah permasalahan. Inilah komunikasi dan interaksi sosial yang dibangun oleh semua media. Tidak terkecuali media arus utama. Karena kita akan mendapatkan kolom komentar di setiap berita online yang diletakkan biasanya paling bawah sebuah halaman online.
Penulis adalah orang Indonesia yang berayah suku Jawa dan ibu dari Bali. Lama tinggal di Jayapura dan Semarang. Setelah menikah, penulis memilih Bali sebagai tempat tinggal. Ada banyak kenikmatan yang saya rasakan setelah tinggal di Bali. Penulis bisa merasakan hidup dengan layak karena karunia Tuhan dan keberkahan hidup bersosialisasi dengan banyak orang di Bali.
Teman-teman dan rekan sosial dalam lingkungan saya beragam. Saya memiliki banyak juga teman yang asli Bali dan seluruh Indonesia juga tentunya.
Dan jangan salahkan saya ketika banyak teman dan lingkungan sekitar saya merasa kehilangan Bali. Mereka hidup di Bali tapi bukan menjadi tuan di rumah sendiri. Begitu deras arus pariwisata di Bali menggebrak kehidupan orang kecil Bali yang akhirnya tidak pernah menikmati sama sekali kue pariwisata yang sangat besar bentuknya.
Dan salah satu kehidupan orang Bali yang semakin terkikis di tanah Legian adalah mereka kehilangan keheningan dan kesucian tanah yang harus rela diinjak dengan pengorbanan mereka menemui orang asing dalam keadaan telanjang membayar dagangan mereka. Ironis sekali bukan ?
Ketika suatu malam saya menemani seorang saudara yang ingin melihat tanah Legian, saya sedikit sedih. Dan kesedihan itupun pernah saya ungkap di media ini.
Hanya memang benar kata orang bijak, ” Jangan pernah terkejut, ketika engkau menulis baik, maka respon orang akan berbeda dengan yang engkau harapkan. Jangan pernah takut. Karena sebenarnya mereka sedang sibuk memperhatikan dirimu, tulisanmu dan kepribadianmu. Berani menulis, berani bertanggung jawab”.
Saya salut dengan ejekan seorang senior saya dengan menyebut,” Jangan Lebay” maka saya pun menjawab “terima kasih”. Ejekan itu sebuah penghargaan besar buat saya. Karena hidup juga pahit, asin, manis, sepet dan segar. Buat saya itu menyegarkan pikiran saya.
Lebay karena saya menangis betapa Tanah Legian di waktu malam menjadi bukan Indonesia. Tak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk berbuat jahat kepada para pelancong untuk memerah putihkan tanah Legian. BUKAN. bukan itu point nya. Saya hanya berharap bahwa Pemerintah lebih bisa mentertibkan para pelancong untuk menghormati Indonesia sebagai negeri timur. Menghargai Indonesia khususnya Bali untuk tidak memuntahkan minuman keras mereka ke tanah Legian. Untuk tidak membuang kondom sembarangan di tanah Legian. Untuk tidak menipu penduduk asli dengan membeli tanah Legian dengan memakai nama orang asli Bali, uangnya dari pemilik dollar. Salah kah kalau saya sedih bila barat sudah berhasil merusak kehidupan timur di tanah Legian ?
Naif rasanya jika saya menulis reportase dengan memakai gambar dari blog lain pun dipermasalahkan. Pernahkah melihat media arus utama menulis berita dengan gambar dari media lain yang kurang lebih isi beritanya sama dan permasalahan yang dibahas juga sama. Lantas hak apa kita melarang orang lain menulis reportase dengan mengambil gambar milik orang lain.
Untunglah saya masih menulis di halaman saya sendiri, login nama saya masih “XiXiXi” khan ? Bukan milik orang lain, karena password saya juga sendiri yang tahu.
” Sibuk memasak di dapur orang” untuk istilah memberi komentar dengan sikap kurang baik di artikel penulis lain sangat lah tepat. Akan tetapi lebih menusuk lagi kalau kita “menilai masakan orang lain di dapur orang lain”. Rasanya saya akan sepakat dengan Soimah, MASBULOh…..Masalah ya Buat Lo.

Tulisan ini adalah catatan seorang teman. Saya mempublishnya kemabali dengan izin. Catatan ini tadinya dipublish di Kompasiana.

1 komentar:

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...