Rabu, 08 Mei 2013

Pemimpin yang melayani

Aku membaca-baca banyak berita tentang Jokowi Ahok, beberapa hari terakhir ini, Mulai dari kebijaksanaan seleksi jabatannya yang dikecam seorang lurah, meninggalnya seorang bayi yg notabene dalam pendapatku, bukanlah tanggung jawabnya dan dia disalahkan, kemacetan dan sampai MRT serta usaha untuk mengatasi banjir dengan mengeruk waduk Pluit, yang ditentang orang-orang yang menempati lahan itu. Aku berpikir, bahwa menjadi warga, pengusul, pemberi ide, penonton sungguh sangat mudah. Dalam pelaksanaan mereka yang dilapangan ini dan bergulat dengan jutaan masalah yang tak terlihat. Kupikir, mereka hanya 2 orang yang sungguh-sungguh berusaha dengan seluruh kemampuan menghadapi dan mencari solusi, jutaan orang. Apa yang bisa kita lakukan? Sejak 13 Februari 2013, saya memulai babak terbaru dalam pelayanan saya. Bertahun-tahun ini saya mengarahkan diri menerima bimbingan dan belajar untuk tunduk pada otoritas sya. Tanpa pernah saya sadari ketaatan dan kesediaan saya, membawa saya pada posisi ini. Ya, 13 Februari 2013, Sanggar Anak Cerdas Ceria dimulai, dan saya dipercaya sebagai person in contact, atau penanggung jawab pelaksana kegiatan tersebut. Saya belajar membuat keputusan-keputusan dan juga mengorganisasi kegiatan 3 X 2 jam setiap minggunya. Semula, saya hanya perlu mengatur hal-hal sederhana. Namun seiring dengan pertumbuhan jumlah anak didik di sanggar, bertumbuh juga jumlah crew di sanggar. Saya kadang merasa dipercayakan hal, yang saya TIDAK MAMPU lakukan. Namun untuk mundur, rasanya sudah terlalu terlambat. Saya menyadari bahwa saya sangat bermasalah dengan fleksibilitas. Saya mengundurkan diri dari pekerjaan saya dibeberapa tempat, karena alasan-alasan yang bagi beberapa orang adalah hal yang sebenarnya bisa dikompromikan. Sekali lagi, fleksibilitas yang rendah membuat saya hampir selalu gagal berkompromi. Saya lelah dengan kondisi berganti pekerjaan setiap tahun. Namun disisi lain saya kesulitan berkompromi. Saat ini sebagai pemimpin saya jadi semakin harus fleksibel. Kadang kala saya ingin menangis setiap mengakhiri hari. Rasanya mustahil melakukan semua ini tanpa pertolongan TUHAN. Saat ini crew di Sanggar sudah mencapai 30 an pada database. Sementara anak didik pada database sudah 200,… bayangkan. Awal, dimulai hanya dengan jumlah crew kurang dari sepertiganya dan jumlah anak didik 9 saja. Belum lagi orang tua anak yang mengantar. Anak didik sudah dibagi 2 grup, Bimbel dan Prasekolah. Seringkali saya merasa tidak berdaya saat hari H kegiatan crew SMS, “kak, hari ini absen ya. Ada kegiatan di kantor.” Atau “kak, maaf nih ada keperluan keluarga.” Aku bisa merasakan yang dirasakan atasan aku dulu bila temanku absen bekerja. (Namun bekerja tentunya berbeda dengan melayani sebagai sukarelawan. Semua crew adalah sukarewan termasuk saya. Beda pula dengan situasi di sekolah kalau teman absen, mereka dipotong salary, sedang kita yg menggantikan ngga dapat apa-apa.) Tetapi harus diakui, ini membuatku jadi deg-degan setiap hari sanggar. Tetapi crew yang absen dengan pemberitahuan di awal tentunya layak diapresiasi, karena memperlihatkan tanggungjawab. Bahkan yang memberitahu saat pelaksanaan pun saya masih bisa apresiasi. Crew yang benar2 membuat saya pusing adalah crew yang terjadwal, dan berkomitmen pada hari tertentu, tetapi absen dan tidak memberi kabar. Crew yang (menurut saya, ) berharap ada yang menelepon/SMS, “ Kak, hari ini bisa ya?” bahkan setelah disms pun seringkali ngga dijawab. Bayangkan ngondoknya jadi pemimpin, apalagi,saya yang fleksibilitas rendah. Sampai seorang teman menohok saya dengan kata-kata sederhana, “kak, ingat-ingat ya, kakak teH bukan kepala sekolah, kakak teH gembala… yah gembalakanlah orang-orang itu.” So, sebagai gembala, aku adalah pelayan bagi semua orang-orang itu. NANGIS DEH. 2001 Aku selesai kuliah kependidikan agama Kristen, aku tidak mau menjadi gembala,… dan sekarang,.. bumm … here I am. Saya belajar, mencoba menjadi fleksibel, berkompromi dan tidak lagi melihat segala sesuatu dalam konteks ideal. Menjadi seorang gembala, bukan bicara soal memimpin saja. Namun juga bagaimana mengayomi dan membuat sebanyak mungkin anak dan crew diperhatikan dan dikasihi, maybe at the end of this era, I can be more flexible? Who knows…?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...