Kamis, 26 Maret 2015

Tulus

Sesungguhnya Allah itu baik
bagi mereka yang tulus hatinya,
bagi mereka yang bersih hatinya.


Tetapi aku,
sedikit lagi maka kakiku terpeleset,
nyaris aku tergelincir.


Sebab aku cemburu kepada pembual-pembual,
kalau aku melihat kemujuran orang-orang fasik.
Sebab kesakitan tidak ada pada mereka,
sehat dan gemuk tubuh mereka;


mereka tidak mengalami kesusahan manusia,
dan mereka tidak kena tulah seperti orang lain.
Sebab itu mereka berkalungkan kecongkakan
dan berpakaian kekerasan.


Karena kegemukan, kesalahan mereka menyolok,
hati mereka meluap-luap dengan sangkaan.
Mereka menyindir dan mengata-ngatai dengan jahatnya,
hal pemerasan dibicarakan mereka dengan tinggi hati.


Mereka membuka mulut melawan langit,
dan lidah mereka membual di bumi.
Sebab itu orang-orang berbalik kepada mereka,
mendapatkan mereka seperti air yang berlimpah-limpah.


Dan mereka berkata: "Bagaimana Allah tahu hal itu,
adakah pengetahuan pada Yang Mahatinggi?"


Sesungguhnya, itulah orang-orang fasik:
mereka menambah harta benda dan senang selamanya!


Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih,
dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah.
Namun sepanjang hari aku kena tulah, dan kena hukum setiap pagi.
Seandainya aku berkata:
"Aku mau berkata-kata seperti itu,"
maka sesungguhnya aku telah berkhianat
kepada angkatan anak-anakmu.
Tetapi ketika aku bermaksud untuk mengetahuinya,
hal itu menjadi kesulitan di mataku,



sampai aku masuk ke dalam tempat kudus Allah,
dan memperhatikan kesudahan mereka.
Sesungguhnya di tempat-tempat licin Kautaruh mereka,
Kaujatuhkan mereka sehingga hancur.
Betapa binasa mereka dalam sekejap mata,
lenyap, habis oleh karena kedahsyatan!



Puisi di atas bukanlah tulisan saya. Namun jelas mewakili perasaan saya dalam banyak hari-hari yang saya lalui. Mungkin, Saya tidak tahu bisakah teman merasakan apa yang saya rasakan ini. Saya berusaha keras, melakukan segala sesuatu sebaik mungkin dengan kejujuran, kesungguhan dan ketulusan, yang didapat adalah nada tinggi emosi atasan misalnya, atau justru tidak dianggap. Sementara di sudut lain kita melihat bahwa ada sejawat yang tidak melaksanakan tugasnya dengan benar, dan mengabaikan jadwal untuk kepentingan sendiri, justru selalu mendapatkan sikap manis dan pembelaan. Bagaimanakah rasanya? Kesal? Marah? Kecewa? Kalau kita merasa demikian maka, kita belumlah cukup tulus. Seperti pembuat puisi di atas. Ia merasa sudah hidup benar, melakukan yang baik, tapi kok tetap saja sepertinya tidak sesenang kehidupan orang orang yang melakukan hal hal yang jahat, sombong, atau keji.
Hanya saja, itu pemikiran sesaat, karena kita tak pernah tahu hari depan kita dan mereka. Sungguh jika kita melakukan yang benar dengan tulus, bahasa Jawa bilang, GUSTI ALLAH MBOTEN SARE, GOD NEVER SLEEP.

Jadi apapun yang terjadi, tetap jadi ayah yang bertanggung jawab, ibu yang murah hati, dan kerjakan peran kita di dunia ini dengan sungguh sungguh.
Selamat hari Jumat.

4 komentar:

  1. Berbuat karena mengharap kasih sayang Tuhan selalu indah pada akhirnya (berkaca dari pengalaman suami saya selama mengajar).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sekali Ibu Fabina. Terimakasih kunjungannya. Salam edukasi.

      Hapus

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...