Minggu, 07 Juni 2015

Mengajar Knowledge atau Character?

Berdebat dengan seorang pria yang mengatakan bahwa "Hahhahhah untung kau bukan Presiden .. Itu Soekarno euy Bapak bangsa ini .. Anak gw yg SD aja tau hehhe"  membuat saya jadi tertawa ngakak. Mengapa? Pria tersebut, setelah melalui perdebatan menolak membuat klarifikasi dimana anaknya yang SD sekolah. 


Lha? Apa buktinya kalau anak SD itu tahu di mana Soekarno lahir?  


Sepotong komen lain yang muncul dari bapak berbeda, juga membuat saya lagi-lagi geli, "bayangkan ada anak sd ngotot berdebat dgn guru sejarah akibat ulah presiden yang ditontonya di tv, apa kata dunia? "


Mengapa? Karena di SD tidak ada guru sejarah. Jelas, bahwa para pembuat komen tersebut hanya sekedar mencari-cari kesalahan, buat saya. Sebetulnya juga sangat sedikit anak SD di sekolah-sekolah tradisional yang akan berani mendebat gurunya. Serius. Kecuali anak SD tersebut bersekolah di sekolah yang berwawasan internasional, di mana anak diharapkan research dan berpikir kritis. Berapa banyak SD nasional menggunakan pola wawasan internasional sih? Saya cuma tahu satu sekolah, di Jakarta Selatan, itupun, karena saya pernah mengajar di sekolah itu. Sekolah nasional umumnya tradisional sekali. "Guru tidak pernah salah. Kalau guru salah lihat kalimat pertama."


Saya mencoba mempelajari buku-buku pelajaran SD khususnya PKN dan IPS yang paling memungkinkan materi pengetahuan umum semacam itu dibahas. Seingat saya, yang membahas materi proklamator itu antara kelas 4 atau 5 atau 6. Jadi buka bukulah saya.


Pada buku pelajaran SD IPS kelas 5 yang ditulis oleh Reny Yuliati dan Ade Munajat halaman 131, disebutkan demikian,
--- Ir. Soekarno, ditetapkan sebagai Pahlawan Proklamator dengan sapaan akrabnya Bung Karno. Beliau dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1901 di Blitar, Jawa Timur. ---


Buku ini hak ciptanya dibeli Dep Dik Nas lho melalui pusat perbukuan.


Pada buku lain yang diterbitkan oleh penerbit lain, untuk  kelas 5  dan hak ciptanya dibeli oleh Pusat Perbukuan Depdiknas juga ternyata ada perbedaan, Di halaman 105 data tersebut dituliskan. Penulisnya adalah Siti Syamsiyah dan kawan-kawan (ada 6 nama di sampul depan)

-- Soekarno lahir di Surabaya, 1 Juni 1901.--

Tahun terbit kedua buku tersebut adalah 2008.

Pada buku PKN kelas 5 yang ditulis oleh Ikhwan Sapto Darmono dan Sudarsih di halaman 7 yang hak ciptanya juga dibeli pusat perbukuan dari depdiknas tertera,

-- Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901.--

Pada buku PKN kelas 6 yang ditulis oleh Sunarso dan Anis Kusumawardani, halaman 11 terdapat pernyataan ini, serupa,

---Ir. Soekarno lahir di Blitar pada tangal 6 Juni 1901 ---

Nah, jika menyimak semua buku ini, tanpa bermaksud membela pak Jokowi dalam pidatonya tersebut, saya sih menganggap bahwa kesalahan Jokowi ini bukanlah kesalahan yang patut dibuat tertawaan sedemikian rupanya sampai dibandingkan dengan anak SD segala.


Sebagai guru SD dalam mengajarkan semua pelajaran saya berupaya membuat siswa saya bukan mengetahui fakta-fakta seperti tanggal lahir atau tempat lahir saja. Sejujurnya menurut pandangan saya itu bisa dibaca dan dicari di google, yang saya tekankan pada anak-anak SD yang saya didik adalah, Mereka harus punya semangat, tidak mudah menyerah dalam mengejar cita-cita seperti Soekarno, di mana keluar masuk penjara dan pembuangan tidak membuat soekarno menyerah dengan cita cita kemerdekaan Indonesia.


Itu masalah karakter, bukan knowledge. Sekedar knowledge tidaklah berarti tanpa karakter.


Anda bekerja? Bukan hanya skill yang membuat anda berhasil, tapi juga attitude. Dan itulah yang saya tanamkan seluruh kasih, kesempatan dan kehadiran saya. Orang pintar belum tentu baik dan karakternya terpuji. Sebaliknya orang yang bodoh bisa belajar asal mau dan tidak mudah patah semangat.


Hiks,... jadi mau mengajarkan apa? Knowledge? Atau membiasakan attitude?


Di ujung semua komentar teman saya menulis demikian, yah asal salahnya jangan KKN aja. Dan Saya sangat setuju dengan pernyataan teman saya itu. Kalau KKN atau selingkuh dari ibu Iriana? Jangankan rakyat, rasanya keluarganyapun bakal jadi hater Jokowi.... Selama bukan sal moral, saya rasa kekeliruan masih bisa diperbaiki.



PS: Eh, si bapak itu pada akhirnya sih sadar bahwa Jokowi toh santai saja dikritik seperti di komennya kemudian,

--- Jokowinya aja santai dikritik ini yg hebohnya para pengidolanya ---

Yah sebenarnya sih, saya jadi belajar gara-gara keributan ini. Belajar ngalah biar dibully kayak Jokowi itu kayaknya susah deh yaaaaaa.....


Selamat sore,... selamat hari minggu,...
aduh kok ngantuk ya?  hahahahaha.... bobo ah.

9 komentar:

  1. baru baca mbak, seidem saya. Anak- anak itu harusnya lebih ditekankan karakter. sikap- sikap yang justru penting untuk masa depannya. Tanpa meremehkan knowledge sih, tapi tetep moral itu yang utama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak Imas,... Moral itu terpenting di pendidikan dasar.

      Hapus
  2. Berarti sy jg kalah dgn anak SD ya? Setahu sy lahirnya Bung Karno itu di Blitar & sy tahunya jg krn bljr di sklh.
    Sy setuju dgn isi artikel Mba. Kl moralnya saja sdh salah penerapan ke dpnnya nanti akan susah diperbaiki. Tp kl sekedar knowledge, bs diperbaiki & ditambah dgn lbh mudah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lha ya itu toh,... mengada-ngada sekali ya.... hehehehehe. Moral jelas penting, sikap dan perilaku benar daripada pengetahuan.

      Hapus
  3. Yupe, pendidikan moral lebih utama, met siang Bu Guru...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat malam ibu. Iya, memang pendidikan moral itu utama.

      Hapus
  4. Bangsa ini memang aneh kok... Suka sekali membesar-besarkan hal-hal yang bisa diperbaiki dengan mudah, dan suka sekali meremehkan hal-hak dasar yang sebetulnya jauuuh lebih penting seperti sikap moral itu.

    BalasHapus

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...