Sabtu, 31 Januari 2015

Hadassah, semalam bersama sang Raja

Buku ini selesai kubaca setahun yang lalu. Sejak saat itu aku sudah membacanya berulang-ulang. Kisah dalam buku ini, difiksikan dari cerita Alkitab. Kisah sang ratu Ester. Aku menyukai kisahnya.
Perjalanan ratu Ester menuju tahta permaisuri raja Ahasyweros adalah perjalanan yang digambarkan penuh dengan kegalauan. Sebagai perempuan yang mencintai bangsanya dan terikat hukum-hukum agama Ester harus menerima pilihan antara berupaya menjadi ratu atau tersingkir di harem selir.
Sejak awal Star, demikian Ester disebut, ia sudah membuat pengurus istana terkesima. Ia tidak tertarik pada kekayaan di sekitarnya, namun dengan hati-hati menjalani hidupnya yang walaupun bukan pilihannya. Yah, siapa juga mau jadi calon selir? Belum tentu kan bisa menjadi ratu? Terpisah dengan pembimbingnya Mordekhai, dibayangi kematian karena darah bangsanya. Ia membangun dirinya sendiri dengan pemikiran positif, berdoa dan membawa kegalauannya dalam doa. Ester bukanlah anak bangsawan, dan juga bukan anak dengan asal usul yang jelas. Ia yatim piatu dan dibesarkan oleh pamannya, yang adalah juru tulis kerajaan.
Pada malam pertemuannya dengan sang raja, Ester bukannya memusatkan perhatian untuk dirinya sendiri namun dia menyenangkan raja dengan ketenangannya dan juga sikap manis yang tidak dibuat buat. Perhatian dan kasih sayang yang tulus Ester, membawanya ke kursi permaisuri, tanpa hubungan seks di malam tersebut.
Ratu Ester baru berhubungan dengan sang raja, setelah sah menjadi permaisuri. Mhhhhm. Memikatnya jalinan cerita dalam buku ini membuat saya enggan meletakkannya, bahkan setelah selesai membacanya, selalu ada kesenangan membacanya ulang. Buku yang sangat menarik.
Kisah Alkitab yang singkat, menjadi sebuah fiksi sepanjang 364 halaman.
Inti dari buku ini memukau, bahwa satu malam yang berharga setahun persiapan fisik dan pikiran, untuk sang raja, mungkin sama dengan satu keputusan berharga yang ditempa setahun persiapan fisik dan pemikiran.

Kamis, 29 Januari 2015

Kisah dari kelasku, Berbagi itu perlu komunikasi.

Bete banget. Kenapa? Iya, hari ini ada acara pertemuan mendadak. Saya merasa, sensi banget ya? Merasa, bahwa saya sedang dicari-cari kesalahan. Kemarin, saya ditegur, hanya karena WAJAH saya kelihatan beda katanya waktu ada pemberitahuan seorang rekan yang tidak hadir sebab sedang "recovery". Kebingungan juga waktu ditanya ada apa? Ya ada apa? Saya aja ngga tahu. Lalau dijelaskan katanya saya kelihatan tidak senang. Ya ampun. Memangnya saya sudah kayak apa sih, penting gitu wajah saya dibahas?
Eh, ditambah secara tiba-tiba kelas saya dipermasalahkan. Tidak sejajar dengan kelas tetangga. Jiah, meledaklah saya yang memang sudah sumbu pendek sejak ditanya masalah wajah itu.
Tadinya pengen mangkir, tapi uh, lihat bunga-bunga yang dikasih bocah-bocah saya di kamar kok membuat hati saya ngga enak kalau mangkir karena personal problemo gitu. Udahlah saya masuk.
Pesoalannya, ada orang tua siswa yang merasa dirugikan karena tugas individual, anaknya sudah susah-susah mencari materi, ia mendampingi, kok setelah bahan bahannya ada anaknya suruh share dengan temannya yang ngga membawa.
Pemberian tugas sebenarnya kelompok, namun, setelah diskusi dengan kelas sebelah dibuat individual. Bukannya tidak memahami, anak-anak yang tidak bisa mendapatkan gambar karena keterbatasan pendampingan orang tua, namun sebagai siswa kelas 5 saya memang sedikit menuntut anak-anak saya berusaha lebih keras. Saya sudah menegaskan, kalau mencari pasti bisa. Koran masa tidak punya, dengan situasi sosial ekonomi anak-anak saya, rasanya tidak mungkin mereka tidak mempunyai koran, atau majalah dan menemukan materi mereka. Bisa juga dengan barter dengan teman sekelompok. Eh, saya cari data kamu cari gambar, nanti kita berbagi. Itu juga bisa. Saya tidak mengharuskan untuk mendapatkan dari internet. Saya ragu mereka memahami browsing yang aman. Saya lebih prefer mereka mencari dari buku, majalah atau koran, bahkan kartupos di Gramedia pun ada.
Anak-anak memang kadang tidak mau susah. Mereka main salin dari google, dan menempelkan di microsoft-word dan mencetaknya. Baru panik ketika space karton tidak cukup, tidak punya gambar dan lain-lain.
Pada dasarnya saya menjelaskan bahwa saya tidak melarang mereka berbagi. Namun saya menuntut untuk tidak meminta secara paksa. Kalau ada yang punya lebih dan tidak mau berbagi, sampaikan saja. Tidak perlu sungkan karena memang haknya menolak permintaan temannya. Yang meminta juga perlu tahu diri, sudah minta ngga usah pakai maksa. Inipun sudah saya jelaskan aturannya. Kok ya masih ada keluhan disuruh share. Yang suruh siapa juga?
Saya memang membimbing anak-anak di kelas saya mau berbagi, namun jangan mau dimanfaatkan. Masa mau saya ajarin anak-anak pelit? Kan ya ngga juga.
Pagi berikutnya saya terangkan pada mereka penilaian saya dasarnya bukan hanya ada atau tidak ada materialnya, namun juga cara mendapatkan material ini. Kalau anak yang mencari dengan susah payah, dan anak yang dapat minta (punya temannya) saya samakan keenakan dong? Inilah yang orang tua mungkin tidak memahaminya. Komunikasi yang belum selesai ini yang menyebabkan adanya keluhan.
Yah. Memang demikian. Seringkali komunikasi yang disampaikan tidak lengkap dan menyebabkan kesalahpahaman. Apalagi dengan perubahan-perubahan yang disebabkan oleh penyesuaian kondisi. Kelas sebelah, paralel saya, kebetulan sejawat saya sempat sakit 2 hari dan kemudian mendapatkan guru PPL sehingga dalam beberapa hal sedikit terlambat. Sementara saya sampai hari ini berhasil hadir ke sekolah tanpa absen.
Kesal kalau kita sudah kerja keras, berupaya maksimal, namun tidak diapresiasi, malah dicari-cari kekurangan. Mhhhhm. Curhat nih.

Bahagia

Pagi ini, aku bangun terlalu awal.
yah, terlalu pagi sebenarnya untuk tubuhku yang sedang radang tenggorokan, yang membuat emosiku naik turun dan rasanya ingin "makan orang". hehehehe. Kegiatan pagiku selalu sederhana, toilet, kamar, dan laptop. Sama dengan kegiatan harianku, sekolah, privat, kost.
Beberapa waktu lalu aku sempat share dengan seorang sahabat, bahwa aku akan meninggalkan Jakarta lagi, mungkin.
Kata sahabatku, pergilah. Buat dirimu bahagia. Aku sedikit terkejut dengan pernyataannya. Buat dirimu bahagia? Memangnya kamu merasa aku ngga bahagia ya? Ia menjawab, Iya.
hmmmh. Aku mungkin bukan type yang sulit bahagia. Namun perubahan emosiku kadang kala seperti ekstrim yang menakutkan, bahkan diriku sendiri. Aku bisa tertawa gelak dan kemudian menangis dengan pahit pada hari yang sama dengan skala perbedaan emosi yang berada di simpangan besar. Kata sahabatku yang lain, simpangan emosi yang kamu tunjukkan terlalu sukar dipahami orang lain.
Yup. Kadang aku sendiri ingin bisa lebih netral. Balance. Seimbang. Tapi sulit sekali. Aku bisa mengeluarkan dua sisi emosi sekaligus pada saat yang bersamaan. Aku bisa menertawakan dan sekaligus marah. See? Its little bit scary, I thought.
Jadi temanku mengira aku ngga bahagia. Padahal sebenarnya, aku bahagia. Melakukan hal-hal kecil yang membuat orang lain bahagia. Iya.
Aku bahagia melihat orang lain bahagia.
Aku bahagia jika bisa membuat orang bahagia.
Tetapi, aku ngga bisa menyenangkan semua orang.
No, never.
Aku hanya bisa menyenangkan orang-orang yang memberitahu aku cara mereka senang. Kadang, hanya melike status FB mereka. Kadang hanya menyapa mereka. Kadang hanya membalas senyum mereka.
Sebenarnya bahagia itu mudah kok.
Senyum, sapa dan salam setulus hati.
By the way, apakah kita tulus?
Habis nonton video Thailand. Pemuda yang melakukan kebaikan-kebaikan kecil setiap harinya. Merasakan tersiram air, bukannya marah ia mengambil pot tanaman yang kering dan membiarkan air tersiram pada tanaman kering. Membantu tukang sayuran menarik gerobak, berbagi sepotong ayam dengan seekor anjing, memberi sedekah pada seorang anak kecil pengemis, menggantungkan sesisir pisang di pintu seorang nenek tua.
Melihat tanaman menjadi subur, ibu penjual sayur bahagia, anjing yang bersahabat, anak kecil pengemis pergi sekolah, nenak tua yang tersenyum lebar, semuanya tidak membuatnya masuk TV atau terkenal, namun membuat dia bahagia.
Bahagia itu, sederhana.

Senin, 26 Januari 2015

Berprestasi, Mengapa tidak?

Semakin muda usia seseorang, sebenarnya kesempatan berprestasi makin besar. Pada usia muda, kita memiliki banyak sekali kemampuan. Tetapi, kita perlu memiliki niat untuk menggali potensi diri dan mengeksplorasinya.

Beberapa cara berprestasi di usia muda,

1. Fokus pada potensi diri dan kembangkan.

Setiap orang mempunyai kelebihan, tidak ada yang tidak bisa apa-apa. Untuk mengetahui potensi diri kita, maka haruslah kita mengerjakan apapun tugas-tugas kita dengan sebaik mungkin. Pekerjaan yang setengah-setengah, asal jadi tidak membantu kita menemukan potensi, namun membuat kita jadi terhambat mengenal diri.

Saat bekerja maksimal, kita akan menyadari pekerjaan mana yang membuat hati kita senang, dan lingkungan kita merespon baik. Berarti, dalam hal itulah kita punya potensi. Contoh: di sekolah, banyak pelajaran, kerjakan semua tugas pelajaran dengan sungguh sungguh, lalu lihat pelajaran mana kita sukai, lihat juga penilaian guru, atau orang tua. Dengarkan mereka.

Jika kita sudah tahu potensi kita, apakah kita tidak mengerjakan yang lain? Harus tetap mengerjakan yang lain dengan serius dan sungguh-sungguh. Siapa tahu dalam potensi kita ternyata ada hambatan. Contoh: Kita merasa yakin punya kemampuan main basket, sudah menang dan diketahui guru dan orang tua serta diberi support, tetapi tetaplah mengerjakan katakanlah pilihan kedua seperti menari, atau memasak, jika mungkin, ibarat kata jangan taruh telur di satu keranjang. Nanti kalau jatuh ngga punya lainnya.

Intinya: walaupun tidak berbakat, kita bisa mengerjakan hal lainnya, asalkan sungguh-sungguh.

2. mintalah nasehat dari orang tua dan guru, orang yang lebih dulu di bidang potensi kita.

dengarkan nasehat. Dalam ke-mudaan usia kita sering kali kita terbawa emosi, dan berkeras di dalam hal yang kita inginkan. Bukan salah sih, namun orang yang lebih tua, punya pengalaman hidup yang mungkin bermanfaat. Melewatkan nasehat dan didikan itu tidak baik. Bisa jadi kita menyesalinya. Sebelum menyesal, dengarkan saja, catat, baca ulang dan pikirkan. Walaupun tidak pasti benar, bisa jadi benar kan?

3. Manajemen waktu,

Setelah menemukan potensi, mendengarkan nasehat, kita perlu menyusun manajemen waktu yang baik. Jangan malas menyusun goal. MENYUSUN GOAL penting sehingga kita bisa MENYUSUN PRIORITAS dan MENYUSUN KEGIATAN. Kalaupun kita sudah berprestasi, kita tetap perlu manajemen waktu yang baik.

Siap berprestasi?

SEMANGAT!

Salam edukasi,

Maria Margaretha

Catatan: setelah berprestasi, ingatlah selalu menjaga ujar, pikir dan laku.

Yin Galema, Belajar budaya dan juga sastra, tulisan fiksi sejarah

Saya meminjam buku ini dari sekolah. Biasa, seringnya malam minggu menjadi waktu tidur yang terlalu awal jika tidak ada buku. Jadilah buku ini saya jadikan pengantar tidur.
Buku ini terdiri dari 27 bab yang menceritakan kehidupan kanak-kanak hingga dewasanya seorang gadis bernama Yin Galema. Ia adalah putri dari Tiongkok yang dititipkan ayah kandungnya seorang pelaut di kerajaan Balok, Belitong. 562 halaman cerita tak terasa sangat singkat untuk mengantar tidur saya.
Dibimbing Mak Nyayu, istri dari Raja Balok, ia tumbuh bersama Ni Ayu Tenga anak kedua raja Balok dan Dayang Rindit anak dari seorang saudagar yang sering berkunjung dan dikunjunginya. Yin, juga mengenal agama di bawah bimbingan Ki Ronggo Udo. Sayangnya ia jatuh cinta dan dicintai oleh dua laki-laki. Laki-laki pertama yang dicintainya adalah sebangsa Jin (orang Bunian) anak dari raja Balok dengan istri bunian-nya, yakni Kanda Badau, yang dikenalnya beberapa saat sebelum tiba haid pertamanya. Laki-laki yang juga mencintainya, walau berbeda alam ini diasuh oleh Ki Ronggo Udo dan ditunangkan saat ia mendapat haid pertama. Tak ada yang tahu pertunangan rahasia ini bahkan dua kawan masa kecilnya. Namun, ada laki-laki kedua yang tak pernah menyerah, Ki Agus Mending, putra mahkota raja Balok yang adalah kawan masa kecilnya juga, yang kadang disapa bang Dulhen, yang sebenarnya telah meminang dayang Rindit. Bang Dulhen ini akhirnya menikahi dayang Rindit juga namun masih mengejar Yin untuk menjadi selir.
Jalinan cerita cinta dalam buku ini juga dipadukan dengan kisah perjalanan Yin ke Tumasik menjemput peninggalan ayahnya dan kemudian terjebak dalam perseteruan perebutan dua peti harta titipan Raja Balok dalam kapal ayahnya yang tewas dibunuh sahabat-sahabat Tiongkoknya, Wang Xi dan Ho Chim Lai.
Buku ini mengajari bebarapa hal buatku,
1. Belajar sejarah lewat fiksi itu menyenangkan. Tidak membosankan. Jangan segan menjadi pencerita, karena sejarah yang enak diceritakan adalah sajarah yang dikenang.
2. Belajar budaya lewat fiksi juga bisa dilakukan. Penulisan Ian Sancin menarik dan punya daya pikat.
Kekurangan pada buku ini,
1. dari halaman 167-181 saya menemukan halaman kosong. Sayang. Saya jadi kehilangan beberapa bagian ceritanya.
2. bagi pembaca yang melihat ketebalan mungkin buku ini tidaklah diminati, namun buat pembaca yang mencintai cerita, saya sedikit penasaran dengan keberhasilan Yin mengejar Kanda Badaunya. Menurut saya, bukanlah salah Yin, kalau Bang Dulhen putra mahkota itu gigih mengejar Yin hingga merenggut kehormatan Yin. Mengingat tuturan ceritera bahwa Bang DUlhen ini adalah putra mahkota bahkan Raja balok setelah Ramondanya berpulang.
PENASARAN. Asli.
Pendapat saya tentang buku,
LAYAK DIBACA dan MENARIK.

Minggu, 25 Januari 2015

Nonton Bareng KOMIK I Fine Love you Thank you

Sebenarnya join blog kompasiana membuat saya bisa ikutan acara ini. Berkat Babeh Helmi, salah satu pentolan Koplak Yo Band di Kompasiana, KOMIK diberi 10 tiket nonton gratis di Blitz Grand Indonesia, Sabtu 17 Januari 2015 lalu.
Agak pusing juga saya menyusun jadwal, karena Jumatnya mendadak mendapat kabar ada kerabat yang sakit yang perlu dibantu. Belum lagi saya ada janji dengan Mas Nugroho, sahabat dari masa-masa di Kalbar. Akhirnya, saya putusin, kalau terpaksa tiketnya beli aja gimana?
Hujan besar pula.
Tetapi, well, the show must go on.
Jam 15.30, sudah duduk manis di lounge untuk mengikuti press conference. Kenalan ama mbak Intan (PIC komikers) dan hahahihi sama mak Fadlun yang sudah beberapa kali ketemu, tapi lupa mulu sayanya.
Beberapa hal dari pressconference yang saya catat,...
1. Blogger ngga dikasih foto bareng sama artisnya. Sebenarnya mestinya kata Babeh, kalau kami mau menunggu 30 menit untuk media, blogger diberi kesempatan belakangan. Sayangnya kami sudah mutung duluan. Yah,... ini jadi catatan jangan mutungan
2. Filmnya kan tentang tutor bahasa Inggris, sayang banget press con nya justru dalam bahasa Thailand. Akan asyik kalau artis dan produsernya bisa bahasa Inggris. Seenggaknya kan lebih bisa enak ngobrolnya.
3. Voucher dinnernya oke. Coffee Bean sangat kooperatif. Sehabis pres con 45 menit, kami para blogger menyebar. Saya, mas Nug dan Mak Fadlun memutuskan langsung ke Coffee Bean supaya nantinya tak perlu mengantre dinnernya. Dan nikmat juga sandwich gandumnya.
Kami ngobrolin acara kompasiana dan juga nobar-nobar yang pernah diikuti bareng kompasiana.
Well jam 18.00 kami kembali ke Blitz. Eh, ada nemu dompet di lantai. Saya serahkan ke security. Mudah2an sampai pada pemiliknya.
Jam 18.15, masuk ke studio 1. Premiere film ini diawali dengan prakata dari kementrian pariwisata Thailand, dan juga produser dan embassy.
Eh, ada door prize, dan... guess what? Saya dapat. Ngga nyangka juga. Hadiahnya USB kayak kartu bergambar film ini. Aku bisa salaman dan juga foto bareng Ice. Senengnya.
Filmnya sekarang,
1. Pembukaan film ini adalah promosi eksotisme Thailand. Bener2 promosi. Energetic, beautiful, dll. Wow. Cerdas juga ya cara promonya.
2. Full laugh. Beneran. Lucu banget. Meski ada beberapa adegan yang yah little bit dirty,... kek BAB si anak SMP yang berceceran pas CD-nya ditarik ama si Gym, gara2 keisengan si anak itu motret CD-nya si Pleng,... tapi at least aku mesti bilang lucu. Karena emang lucu, walaupun kasar. Belom lagi, adegan si Kaya nyembunyiin cowoknya di kolong meja pas video cam-an sama Pleng. Trus ada yang anak buah si Gym pantatnya disulut kembang api,... lucu.
3. Pembelajaran yang kudapat:
-cowok itu makhluk yang pantang menyerah kalau ada maunya. Ngeliat si Gym belajar bahasa Inggris itu beneran deh fun abis. Belum lagi, ternyata dibalik kesangaran si Gym ternyata dia tuh cowok yang mmmmmhm gentle banget. Aduh,... bikin gimana gitu.
- Jadi tutor itu gampang-gampang susah ya. Muridnya dari TK sampai dewasa,... hadeuh pening pisan. Walaupun aku suka model pembelajaran dan strategi si Pleng membuat kelasnya tuh keren banget.
- Cinta? Itu bukan soal perasaan aja. Namun komunikasi dan gimana komitmennya. Kaya itu ngga cinta Gym. Kalau cinta bertepuk sebelah tangan sebenarnya mendingan kabur aja deh.
JADI....
Film Thailand ini boleh ditonton,
1. kalau suka roman lucu.
2. baiknya jangan bawa anak kecil ya... agak jorok di beberapa adegan.
3. remaja sih baiknya ditemanin. Seru kok. Hanya pintar-pintar kita aja jelasin kalau ada yang kurang pantas.
4. siap-siap,... film ini fun abis.
Happy watching guys.... (tayang di bioskop blitz mulai kemaren kek-nya)

Sabtu, 17 Januari 2015

Sociopath (catatan seorang teman)

Sociopath adalah orang yang berperilaku anti sosial, kurang bertanggung jawab dengan perbuatannya dan mengabaikan hati nurani.
Seorang yang mengidap sociopath adalah orang yang cenderung anti sosial dan meremehkan opini orang lain dan senang hidup dalam kebenaran menurut versinya juga suka menjatuhkan orang lain.
Saya akan melarang orang lain memasak di rumah saya tapi jangan salahkan saya kalau saya sendiri suka menggoreng “ikan” tetangga sendiri.
Saya akan berhaha hihi untuk menyebut gadis yang menjadi orang ketiga adalah perusak rumah tangga orang lain tapi jangan pernah menyatakan saya salah kalau saya berpendapat ” rumah tangga bukanlah barang yang bisa dirusak oleh pihak ketiga”.
Saya akan mengatakan kalau rumah saya jangan dimasuki orang gila tapi jangan salahkan saya kalau saya boleh gila di rumah orang lain, karena saya orang gila.
***
Setiap apa yang ditulis seseorang dalam sebuah artikelnya adalah sebuah keniscayaan relatif. Tidak bisa mutlak selalu benar dan juga tidak mutlak selalu salah. Selalu ada nilai - nilai berspektrum luas yang ditulis seseorang untuk bisa dikaji dan digali oleh pembacanya. Maka dalam media sosial, penyedia selalu mempersilahkan semua pihak untuk berinteraktif dengan menjawab sebuah permasalahan. Inilah komunikasi dan interaksi sosial yang dibangun oleh semua media. Tidak terkecuali media arus utama. Karena kita akan mendapatkan kolom komentar di setiap berita online yang diletakkan biasanya paling bawah sebuah halaman online.
Penulis adalah orang Indonesia yang berayah suku Jawa dan ibu dari Bali. Lama tinggal di Jayapura dan Semarang. Setelah menikah, penulis memilih Bali sebagai tempat tinggal. Ada banyak kenikmatan yang saya rasakan setelah tinggal di Bali. Penulis bisa merasakan hidup dengan layak karena karunia Tuhan dan keberkahan hidup bersosialisasi dengan banyak orang di Bali.
Teman-teman dan rekan sosial dalam lingkungan saya beragam. Saya memiliki banyak juga teman yang asli Bali dan seluruh Indonesia juga tentunya.
Dan jangan salahkan saya ketika banyak teman dan lingkungan sekitar saya merasa kehilangan Bali. Mereka hidup di Bali tapi bukan menjadi tuan di rumah sendiri. Begitu deras arus pariwisata di Bali menggebrak kehidupan orang kecil Bali yang akhirnya tidak pernah menikmati sama sekali kue pariwisata yang sangat besar bentuknya.
Dan salah satu kehidupan orang Bali yang semakin terkikis di tanah Legian adalah mereka kehilangan keheningan dan kesucian tanah yang harus rela diinjak dengan pengorbanan mereka menemui orang asing dalam keadaan telanjang membayar dagangan mereka. Ironis sekali bukan ?
Ketika suatu malam saya menemani seorang saudara yang ingin melihat tanah Legian, saya sedikit sedih. Dan kesedihan itupun pernah saya ungkap di media ini.
Hanya memang benar kata orang bijak, ” Jangan pernah terkejut, ketika engkau menulis baik, maka respon orang akan berbeda dengan yang engkau harapkan. Jangan pernah takut. Karena sebenarnya mereka sedang sibuk memperhatikan dirimu, tulisanmu dan kepribadianmu. Berani menulis, berani bertanggung jawab”.
Saya salut dengan ejekan seorang senior saya dengan menyebut,” Jangan Lebay” maka saya pun menjawab “terima kasih”. Ejekan itu sebuah penghargaan besar buat saya. Karena hidup juga pahit, asin, manis, sepet dan segar. Buat saya itu menyegarkan pikiran saya.
Lebay karena saya menangis betapa Tanah Legian di waktu malam menjadi bukan Indonesia. Tak pernah terlintas dalam pikiran saya untuk berbuat jahat kepada para pelancong untuk memerah putihkan tanah Legian. BUKAN. bukan itu point nya. Saya hanya berharap bahwa Pemerintah lebih bisa mentertibkan para pelancong untuk menghormati Indonesia sebagai negeri timur. Menghargai Indonesia khususnya Bali untuk tidak memuntahkan minuman keras mereka ke tanah Legian. Untuk tidak membuang kondom sembarangan di tanah Legian. Untuk tidak menipu penduduk asli dengan membeli tanah Legian dengan memakai nama orang asli Bali, uangnya dari pemilik dollar. Salah kah kalau saya sedih bila barat sudah berhasil merusak kehidupan timur di tanah Legian ?
Naif rasanya jika saya menulis reportase dengan memakai gambar dari blog lain pun dipermasalahkan. Pernahkah melihat media arus utama menulis berita dengan gambar dari media lain yang kurang lebih isi beritanya sama dan permasalahan yang dibahas juga sama. Lantas hak apa kita melarang orang lain menulis reportase dengan mengambil gambar milik orang lain.
Untunglah saya masih menulis di halaman saya sendiri, login nama saya masih “XiXiXi” khan ? Bukan milik orang lain, karena password saya juga sendiri yang tahu.
” Sibuk memasak di dapur orang” untuk istilah memberi komentar dengan sikap kurang baik di artikel penulis lain sangat lah tepat. Akan tetapi lebih menusuk lagi kalau kita “menilai masakan orang lain di dapur orang lain”. Rasanya saya akan sepakat dengan Soimah, MASBULOh…..Masalah ya Buat Lo.

Tulisan ini adalah catatan seorang teman. Saya mempublishnya kemabali dengan izin. Catatan ini tadinya dipublish di Kompasiana.

Guru, Panggilan dan Ibadah

Kemarin sore, sekolah saya, Pelita, menyelenggarakan ibadah dan perayaan Natal. KAli ini, acara tersebut untuk guru-guru. Sekitar 200 guru dariberbagai jenjang menghadiri acara ini. Walaupun tidak semua guru Nasrani, namun karena sejak awal bergabung guru-guru tersebut telah mengetahui affiliasi sekolah, maka banyak guru senior non Nasrani juga mengikuti acara. (Habis acara dapat amplop sih... hehehehe. Mudah-mudahan motivasinya bukan amplop) Tahun lalu, acara diselenggarakan secara katolik. Tahun ini secara Kristen.
Sebenarnya tulisan ini bukan hendak menyinggung masalah apa keyakinan guru-guru di sekolah. Namun, yang menjadi topik saya adalah renungan yang disampaikan oleh Pendeta Lie Amin. Guru adalah pekerjaan yang bukan pilihan, namun panggilan. Maksudnya, tak semua orang dipanggil menjadi guru. Ada banyak orang, meninggalkan tugas mengajar, karena
1. Uang. Saya tidak mendapatkan penghargaan yang layak sebagai guru, kenapa harus tetap menjadi guru? Itu pertanyaan lumrah bagi guru berorientasi uang. Uang kan real, nyata, panggilan itu cuma perasaan. Itu juga pendapat lain. Hidup butuh uang, bro, sis. Anak juga harus dikasih makan. Gaji sekian mending saya kerja yang lain daripada jadi guru. TAk heran saat gaji guru dinaikkan banyak orang mulai melirik profesi guru. Namun tetap saja, uang yang utama.
2. Tak sabar. Kesabaran itu bukanlah lahir karena sifat bawaan. Kesabaran itu dilatih. Beralasan kita tak punya kesabaran sebenarnya merupakan pernyataan lain dari tidak terpanggil. Saya bukan orang yang sabar, tetapi saya sudah 12 tahun menjadi guru. Saya bukan tak pernah marah pada murid-murid saya, namun murid-murid saya mencintai saya. Kesabaran saya bukan karena memang saya punya sifat tersebut, namun karena saya mencintai anak-anak saya. Cinta itu lahir dari panggilan.
Dua saja dulu. Kata Pendeta, ada dua pekerjaan yang memerlukan panggilan, Guru dan Ulama (pendeta, ia menyebutnya, karena Kristen). Tanpa panggilan, bayangkan pekerjaan ini melelahkan pikiran, tubuh, dan juga menyita seluruh waktu. Sebagai guru atau dan ulama, seseorang, secara sadar membiarkan dirinya disorot 24 jam perbuatan dan perkataannya. Padahal, guru dan ulama juga manusia lho.
Ada waktunya lelah, sakit, ada waktunya tertekan/stress jika ada masalah, punya keluarga yang belum tentu juga memahami panggilannya. So, bagi kita yang masih sanggup berdiri/duduk sebagai guru, saat ini, SELAMAT atas penggilannya. Ini adalah Ibadah kita pada Sang Pencipta, meneruskan kata-kata dan pengetahuan kepada generasi berikutnya.
Ibadah, karena, hanya TUHAN yang mencukupkan kita. Asal kita setia, pasti, ibadah kita diterima. Rizki mah Tuhan yang atur, kata orang bijak.

Jumat, 16 Januari 2015

Saya dan Menulis

Belakangan ini, sejak aktif di media sosial dengan judul awal kompas, saya menulis nyaris setiap hari. Banyak sekali tulisan saya, mulai dari dunia mengajar maupun pemikiran mengenai berbagai fenomena, dan juga tak jarang sekedar mengeluarkan uneg-uneg. Dalam 1 tahun 9 bulan menulis di media tersebut, saya sudah membuat 4 buku keroyokan dan membukukan 30 tulisan secara mandiri. Buku yang merupakan kumpulan 30 artikel saya tersebut telah terjual sekitar 100 exemplar. Belum kembali biaya pencetakannya, namun beberapa pembeli mengatakan, seandainya saya melakukan editing dan serius menggarap buku tersebut mestinya akan jadi baan pengayaan bagi guru. (Dalam hati saya, benarkah?) Beberapa tulisan original yang lahir dari pengalaman dan sempat saya tuliskan di sini juga sebenarnya tak lebih dari ungkapan hati. Saya mencintai dunia mengajar dan bermimpi, masih bermimpi, akan menjadi penulis cerita anak,....Mempengaruhi anak lewat tulisan, mengajarkan karakter positif melalui tulisan. Oh,... impian yang,... mungkin akan terwujud. HANYA JIKA SAYA DISIPLIN MENULIS. #cuma catatan pagi, sebelum kesekolah#

Minggu, 21 Desember 2014

Pentingnya Guru Menulis

Belajar, dengan menulis.
Menulis, tetap ingat apa yang dipelajari.
Mendengar lupa. Menulis ada catatan.
Guru menulis memang harus.
Paling sedikit ada satu yang harus ditulis oleh guru.
1. Perencanaan kegiatan belajar. Dalam suatu acara seminar, seorang narasumber mengatakan bahwa ruang kelas adalah panggung. Agar panggung ini bisa dikuasai perlu rencana. Adakah artis yang mau manggung tanpa rencana, dengan lagu yang tak dikuasai, suara fals dan tanpa tata rias? Gurupun seharusnya demikian. Kita tidak bisa mengajar tanpa rencana. Belajar adalah suatu kegiatan terencana dan bertujuan. Tanpa rencana = merencanakan kegagalan.
Mengapa rencana harus ditulis? Agar tidak lupa. Setuju?
Selain itu, rencana diperlukan, bilamana, guru berhalangan hadir, guru pengganti mengetahui dan dapat melakukan tindak lanjut dari rencana tersebut. Seorang guru yang (seperti saya) kurang ideal kondisi kesehatannya bisa lebih detail dalam menulis rencana-nya, agar sewaktu-waktu tidak hadir (karena sakit) bisa tetap berjalan pelajarannya sesuai rencana.
Rencana merupakan outline penting yang harus dituliskan guru. Pada satu rencana bisa saja penerapan lapangannya tergantung pada guru yang bersangkutan, namun sekurangnya jelas tujuan pembelajaran dan kelihatan apa yang sudah dicapai.
2. Guru perlu menuliskan refleksi dari pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Refleksi merupakan hal penting lain, bisa melakukan perencanaan belum tentu sesuai dengan harapan pada pelaksanaan. Refleksi merupakan evaluasi, pencapaian dalam pelaksanaan, kekurangan dan hal hal yang perlu diperbaiki serta hal-hal yang penting untuk dipertahankan. Refleksi merupakan evaluasi diri secara mandiri. Walaupun seorang guru ingin berhasil dalam mengajar, belum tentu bisa dicapai dalam sekali pertemuan. Refleksi ini mencakup rasa, emosi saat mengajar, kesiapan siswa belajar, dan juga pemikiran terhadap perbaikan.
Mengapa refleksi penting? Karena pendidikan bukan tergantung pada faktor siswa saja, namun juga pada faktor guru yang siap belajar. Belajar dari kesalahan dan kekurangan pada pembelajaran sebelumnya.
3. Guru juga dapat menularkan kebiasaan menulis refleksi ini pada siswa. Guru perlu membaca refleksi siswa untuk melengkapi refleksi dirinya.
Belakangan ini, di kelas saya menyediakan buku catatan untuk siswa menuliskan perasaan dan pemikirannya setelah pembelajaran seharian. Pada buku yang saya berikan siswa lebih bisa mengekspresikan dirinya dan menjelaskan perasaannya berkaitan dengan pembelajaran. Salah satu siswa saya menggunakan buku yang saya bagikan untuk mencurahkan pemikirannya mengenai manajemen kelas saya juga.
Menarik karena dalam suatu acara bersama, seorang nara sumber menyebutkan bahwa guru yang baik belajar juga dari siswanya. Tulisan siswa saya mengajarkan saya hal-hal yang perlu saya perbaiki. Ia memotret hal-hal yang terjadi yang terlewatkan oleh saya. Siswa saya ini membuat saya semakin termotivasi menulis. Jadi, kebiasaan guru menulis memicu siswa untuk menulis juga. Seperti halnya membaca ditularkan, maka menulis-pun juga bisa ditularkan.
4. Saya menulis, karena tulisan saya adalah pemikiran saya, refleksi dari pengalaman hidup saya. Jadi sebagai guru, beberapa tulisan saya adalah berkaitan dengan pengalaman saya di sekolah. Koreksian, aturan, dan kegiatan keseharian guru. HANYA REFLEKSI. Cermin pemikiran dan perilaku, dan jika meminjam ungkapan seorang dosen, TERAPI JIWA.
Menulis diawali dari keinginan meluapkan rasa, berkelanjutan karena adanya fasilitas dari KOMPASIANA. Sejak mengenal KOMPASIANA, dan menyadari tulisan-tulisan saya mempunyai pembaca, maka timbullah semangat untuk menulis.
Guru juga manusia biasa. Punya perasaan, punya problem. Kehidupannya mungkin tak hanya berkutat di sekolah. Ada guru yang menjadi kepala keluarga, ada guru yang menjadi ibu rumah tangga. Ada guru yang melajang. Kondisi psikologis guru mempengaruhi interaksinya dengan siswa. Dengan menulis, guru dapat menerapi jiwanya sendiri, bertutur menyembuhkan diri sendiri.
Contoh sederhana, kemarin saya dipuji seseorang. “Hebat ya, miss. Ulangan bisa dikoreksi dengan cepat.” Kebetulan pujian itu hanya terdengar telinga saya. Kalau ada telinga guru lain mendengar, tentunya akan terjadi bisik-bisik. Seperti waktu kepala sekolah menyebutkan kepada guru-guru, “ Guru kita dipuji, mengerjakan koreksi ulangan cepat. Kepala sekolah tidak salah pilih guru. Selamat ya miss.” Reaksi spontan yang timbul di antara guru-guru adalah, “sudah buat analisisnya?” Guru yang dipuji memang baru bergabung dan belum tahu apa itu analisis. Perhatikan, bahwa guru punya rasa. Bisa merasa iri atau kurang dihargai, karena sudah bekerja lama tidak pernah dipuji, yang baru malah dipuji. Menulis menjadi TERAPI yang baik. Mencatat perasaan iri atau kurang dihargai bahkan mencatat keberhasilan, sehingga saat rasa iri mengganggu, kita punya pemikiran,… saya juga pernah mencapai prestasi kok. Guru tetap punya semangat dan gairah dalam mengajar. Saya punya beberapa buku berisi pujian siswa pada saya, yang pada saat saya lelah dan kendur, menjadi motivasi yang menyegarkan. Tetapi, bukan hanya siswa yang dapat menuliskan motivasi. Sebagai guru, kita perlu memotivasi diri. Caranya? Ya menulis.
5. Karena kebetulan saya di sekolah, maka saya bisa memotret kejadian-kejadian dalam lingkup sekolah. Tantangan yang dihadapi guru dan sukacita mengajar anak-anak. Saya menulis, karena ingin. Tentunya, saya berani mempertanggungjawabkan tulisan saya. Artinya, saya belajar dari semua pengalaman dan peristiwa yang saya alami. Memotret berarti mewariskan pengetahuan pada generasi berikutnya.
6. Tujuannya berbagi. Memang kelihatannya hanya berbagi, namun apa yang kita miliki, jika dibagikan akan memperkaya isinya. Berbagi yang paling sederhana, adalah pemikiran melalui tulisan. Guru yang profesional tentu saja guru yang mumpuni di bidangnya, dan guru yang cerdas dapat menuliskan pemikiran dari kompetensi yang telah dikuasainya. Interaksi antara guru dan peserta didik akan terlihat ketika guru menuliskan pengalaman terbaiknya, dan tentu saja melalui tulisan (sekali lagi) mampu mewariskannya pada guru-guru di masa yang akan datang.
Guru adalah figur yang secara professional dituntut mampu berbagi. Khususnya membagikan pengetahuannya sesuai mata pelajaran yang diampu. Ini dibuktikan melalui karya tulisnya baik secara ilmiah sebuat penelitian tindakan kelas, maupun secara reportase yaitu catatan harian. Orang yang pandai belum tentu bisa menjadi guru, karena berbagi adalah seni dan naluri seorang guru. Saya sudah sering mendengar pernyataan, “saya tidak sanggup mengajari anak saya, bukannya tidak tahu sih, tetapi bagaimana caranya?” Masalah besarnya adalah pada cara berbagi. Pintar saja tidak cukup, bagi seorang guru. Ia perlu mewakafkan diri, memberikan diri untuk berbagi.
Ruang ajar guru hanya sebatas kelas, atau lingkungannya saat ia berbagi. Dengan menulis, ia membuatnya menjadi global, apalagi dengan adanya blog, dan buku.Menulis di blog, menulis di media cetak, menulis buku memperluas jangkauan kelas kita. Distribusi guru tidak merata, mungkin dengan sumbangsih tulisan, guru dapat menjadi guru di tempat-tempat yang tak pernah dijejakinya. Saya misalnya, saat ini berdomisili di Jakarta, tulisan saya mengenai pembelajaran di SD bisa saja dibaca dan menjadi inspirasi bagi ibu rumah tangga di Papua, dan menolong guru yang bukan berasal dari pendidikan guru di pelosok Aceh. Apa mungkin? Mungkin.
Berkait dengan pentingnya guru menulis, manfaatnya adalah,
Mengembangkan dan menerapkan program-program inovatif, program inovatif bisa berkembang dan diterapkan dan terus dikembangkan jika ditulis. Bukannya sayang jika program yang dimiliki terlewatkan tanpa adanya rekaman tulisan. Tulisan guru dapat memotret program inovatif yang diterapkannya dalam manajemen kelas, pelaksanaan pembelajaran bahkan juga konseling siswa untuk perkembangan diri mereka.
• Membangun kapasitas dan memberdayakan guru. Ia tidak hanya menjadi penerima aturan ataupun kurikulum, pada akhirnya namun mampu memberdayakan dan menginspirasi anak didik serta lingkungannya. Guru bukan hanya berfungsi di sekolah, namun juga di luar sekolah. Menulis adalah salah satu caranya. Guru yang tidak menulis berhenti pada titik menerima, tidak berdaya apalagi berkapasitas lebih.
• Mendokumentasikan dan berbagi praktek-praktek terbaik kepada masyarakat. Menulis adalah proses dokumentasi yang tak akan hilang. Apa yang kita pikirkan akan lenyap jika tidak didokumentasikan. Guru yang menulis mewariskan pemikirannya pada masa depan.
Berkait dengan penulisan buku, guru dapat memasyarakatkan kesenangan membaca. Budaya literasi ditularkan dengan teladan. Ketika saya bercerita pada murid saya, bahwa saya menulis buku, mereka senang sekali. Padahal, penerbitannya masih indie. Mereka berebut membaca dan tak jarang menanyakan kebenaran cerita yang saya tulis. “ini cerita terjadi benar ya miss? Real story?” Ada juga di antara murid saya bertanya, “ apa menulis buku susah miss? ”
Pentingnya guru menulis bagi saya adalah sebagai refleksi dari apa yang sudah dilakukannya. Saya menjadi lebih mawas diri dan terus memperbaiki kinerja sebagai seorang guru.
Tantangan yang dihadapi guru untuk menulis, WAKTU. Saya mengagumi beberapa rekan kompasianers yang selain mengajar, masih punya waktu menulis. Tumpukan koreksian tak ada akhir di atas meja, dan juga administrasi menunggu untuk dikerjakan. Belum lagi, bagi ibu rumah tangga, atau kepala keluarga, yang juga seorang guru, waktu menulis. Kesibukan yang bertubi-tubi, ternyata justru memberi lebih banyak inspirasi untuk menulis, kata beberapa di antaranya.
Mengatasi tantangan ini dapat dilakukan sesuai saran dari seorang dosen yang juga penulis, dengan membuat skala prioritas dan manajemen waktu. Menulis pada dini hari misalnya. Membantu guru saat masih fresh, membuat perencanaan, refleksi, dan menyiapkan perbaikan.
Jadi, apa penting guru menulis? Jelas, PENTING.
Tulis artikel, ceritakan pemikiranmu.
Tulis cerita, inspirasikan siswamu
Tulis inspirasi, motivasi diri dan orang lain
Tulis motivasi, bagikan kekayaan batinmu
Tulis kekayaan hati, wariskan bagi generasi mendatang
Tulis warisan, bagikan pengetahuan.
Tulis pengetahuan, jadikan hidup kita kekal.
Salam cerdas edukasi
Maria Margaretha

Kamis, 13 November 2014

Peranan Teknologi Informasi dalam Pembelajaran

Oleh Maria Margaretha S.Pd.
Pada masa lalu, guru mengajar menggunakan buku ajar. Guru yang sudah mengajar bertahun-tahun, menguasai buku ajar hingga kadang kala guru sudah tak lagi perlu membuka buku ajar untuk melaksanakan proses pembelajaran. Hafal tanpa melihat buku ajar lagi.
Murid pada masa lalu bergantung sepenuhnya pada guru untuk menjelaskan hal-hal yang ada dalam buku ajar. Murid tidak masuk sekolah akan ketinggalan materi ajar yang diterangkan oleh guru. Murid takut sekali absen, karena takut ketinggalan.
Masa kini, murid tak lagi takut absen sekolah. Kata mereka, belajar melalui you tube lebih menarik dari keterangan guru. Mereka juga tak segan mengkritisi guru, karena hal-hal yang diterangkan guru sudah mereka ketahui dari internet.
Kondisi seperti ini, apakah fungsi guru jadinya?
Di kelas 5 SD, anggota kelas saya, dari 32 siswa, 28 di antaranya mempunyai akses internet. Mereka menggunakan internet dalam kesehariannya. 17 dari 28 tersebut mempunyai akses secara mobile, melalui I-Pad, atau telepon pintar (smart phone) dan sisanya menggunakan PC atau laptop. Ada juga yang menggunakan keduanya.
Separuh dari 28 tersebut menggunakan akses-nya ke internet untuk mencari bahan pelajaran yang tidak dimengertinya. Namun sedih juga, ternyata lebih banyak lagi yang menggunakan akses internet tersebut untuk akses game online. Beberapa di antaranya bahkan aktif di sosial media.
Sebagai guru masa kini, apa tindakan saya?
1. Mendorong diri memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari sumber belajar. Saya menarik minat anak didik saya masuk pelajaran dengan pembukaan berupa video atau tampilan power point yang menarik, yang membuat anak jadi ingin tahu. Tentu saja ini memerlukan sarana dan prasarana pendukung dari sekolah. Tidak semua sekolah memiliki proyektor dan juga speaker, namun sekali lagi, kemampuan guru menggunakan piranti semacam ini penting. Guru perlu menguasai cara membuat slide untuk presentasi yang menarik, menambahkan animasi dan membuat desain dengan cara yang bervariasi.
2. Meng-edukasi anak menggunakan piranti elektronik dan akses internet untuk belajar. Memberikan tugas-tugas yang membuat anak belajar dengan menggunakan akses tersebut. Beberapa sekolah yang maju dan semua siswanya bisa terhubung dengan internet berlangganan situs-situs pembelajaran seperti, Raz-kidz.com, untuk meningkatkan kemampuan membaca bahasa Inggris, science, dan matematika.
Saya pernah memanfaatkan situs seperti IXL.com untuk melatih anak belajar matematika. Ada banyak situs-situs pendidikan yang bisa kita sarankan pada sisiwa untuk meningkatkan kemampuan pelajaran yang kita ampu. Sebagai guru SD yang mengampu semua mata pelajaran tentunya situs-situs ini bisa berguna sekali. Referensi tambahan untuk latihan pelajaran dengan topik-topik tertentu
3. Memberikan pembelajaran pada siswa terkait dengan etika di dunia maya dan memberikan pemahaman pentingnya menggunakan internet untuk kebaikan, bukan sekedar fun, namun memiliki nilai tambah yaitu ilmu dan etika.
Peranan Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi guru adalah,
a. Membuat kegiatan belajar jadi menyenangkan. Bervariasi dan tidak membosankan. Anak usia sekolah dasar senang bermain dan akses internet memberikan variasi latihan soal yang seolah-olah bermain, padahal belajar juga. Menghafalkan perkalian dengan games interaktif di papan tulis elektronik, membuat kelas sangat bersemangat.
b. Kesempatan guru meng-update kemampuan mengenai manajemen kelas dengan bergabung pada organisasi keguruan di dunia maya. Banyak tips-tips manajemen kelas yang di share oleh rekan guru lain, bisa kita manfaatkan dengan modifikasi untuk kelas kita. Mengapa tidak?
Selain itu kita juga dapat menemukan metode-metode pembelajaran unik yang bisa kita gunakan di kelas kita. Hal yang kita pikirkan, dan kita tahu, mungkin adalah hal baru bagi teman guru di tempat lain. Hal yang bagi guru lain biasa, bagi kita itu baru. Dengan Teknologi, kita bisa melakukan update dan membuat kelas kita lebih menarik dan kreatif.
c. Membangun jejaring sesama guru. Bertukar pikiran, untuk kemajuan pendidikan. Kreativitas tak melulu hadir dalam kesendirian, namun ketika kita bertemu (dunia maya) dengan guru lain, kita bisa menemukan inspirasi baru. Kenapa tidak?
d. Memperoleh sumber kreativitas tanpa ujung. Internet dipenuhi bahan-bahan yang bisa kita manfaatkan. Jika sekolah tidak punya proyektorpun, kita bisa menemukan gambar-gambar bermanfaat yang bisa diprint untuk media mengajar.
TAK KALAH PENTINGNYA:
Guru menguasai TIK bisa membuat buku, dan memberi manfaat pada lebih banyak orang melalu menulis. Mengapa tidak?

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...