Rabu, 11 Februari 2015

Banjir Jakarta,... Ngungsi sambil Nangis?

Seru gak kebanjiran? Kata teman saya, bagus buat bahan tulisan. Aduhai, mending jalan-jalan ngkaleeee. Bayangkan saja bagaimana kaki kram saat meninggalkan sekolah memasuki mobil membawa 2 anak murid. Mau menangis sudah jelas tak mungkin. Namun, bayangkan betapa bersyukurnya saya karena saat memutuskan jalan kaki menembus banjir di depan terminal bersama seorang siswa yang masih tertinggal untuk saya bawa di kost saya. Didepan, kadang dibelakang saya seorang ibu wali murid menggendong anaknya yang masih kelas 1. Saya sendiri tidak mungkin menggendong murid saya. Tubuhnya hampir sama besar dengan saya, dan fisik saya sendiri tidak mampu. Anak saya perempuan, dan kelas 5.
Berjalan menembus banjir tanpa kram benar-benar harus saya syukuri karena saya juga sibuk nyerocos memberi semangat anak perempuan murid saya itu. "Ayo, kita bisa. Pasti bisa, nanti sampai bisa mandi dan ganti pakaian kering". Menyemangati murid saya ini, seperti menyemangati diri sendiri.
Sebelum turun dan berjalan kaki sebenarnya saya sempat menelepon mbak kost memastikan keadaan di kost. Namun mbak kost tak bisa dihubungi. Pemilik kost menyebutkan kemungkinan listrik mati, namun kost aman untuk bisa dimasukin. Ternyata, setelah menempuh sekitar 100 m kebanjiran, tepat di depan kantor pos, saya melihat jalanan sudah tertutup air dan beberapa perahu karet nampak ditumpangi beberapa orang. Selain itu saya melihat beberapa orang yang berjalan kaki dengan kedalaman seperti di depan terminal. Saya sudah siap menangis, kalau tidak malu pada murid dan orang tua murid yang berjalan bersama saya.
Bersyukur lagi, orang tua murid tersebut menegenal salah satu warga pembawa gerobak, dan membuat saya bisa diantar ke kost dengan gerobak hanya dengan biaya 25 rb.
Tengah malam lampu mati. Untungnya HP saya dengan senter sehingga saya membiarkannya menyala semalaman. Murid saya sempat berbaik hati memijiti kaki saya yang kesakitan karena menembus banjir pagi harinya. Ia benar-benar bosan karena tidak punya teman dan kegiatan. Saya cemas, makan apa? Untung gas di kost masih ada. Saya membuatkan indomie, agar perutnya terisi. Semalam ia juga sudah makan indomie. Saya meminjamkan pakaian saya terkecil agar ia bisa mendapatkan pakaian kering. Lega juga melihatnya tertidur dan tidak terganggu oleh listrik yang padam.
Jam 10 pagi, murid saya dijemput ayahnya dengan gerobak, lagi. Saya memperkirakan biayanya sama besar dengan tarif hotel yang saya gunakan ini. Seorang teman menyebutkan sekitar 300 rb rp sejalan. Jadi PP bisa Rp 500 rb. Bukan main. Kasih orang tua, demi anaknya supaya bisa berkumpul kembali.
Saat ini, saya berada di hotel Ibis Budget Daan Mogot karena semalam mendapatkan pesan dari kepala sekolah hari ini sekolah sudah dibuka. Belum tahu situasi di grogol karena menginap di area Mangga Besar setelah keluar dari kost jam 1 siang kemaren, dan walaupun hujan cukup deras, kesadaran bahwa saya adalah ibu dari anak-anak saya di kelas 5 Phytagoras mendorong saya tetap keluar dari hotel setelah merapikan semua bawaan.
Saya sudah cek out dari hotel dan menggunakan taxi menuju sekolah. Jelas bahwa jika ada yang sekolah, saya harus ada disekolah, itu tekad saya. Seorang guru SD juga menjelaskan sudah on the way to school sekalipun hujan deras, dari Tangerang.
Menurut sopir taxi jalanan ke Grogol belum bisa dilewati, namun ia akan berusaha sebisanya. Saya berjanji kalau dia mau turunkan saya nanti, saya siap. Daripada merugikan sopir taxi kalau mobilnya rusak kena banjir. Ternyata saya melihat, daerah kost saya masih tergenang air cukup dalam dan lokasi di depan kampus Trisakti masih sukar dilalui. Pak Sopir melaju pelan dan berhasil melewati genangan tanpa keslitan. Sudah melewati Rumah Sakit Royal Taruma, saat pesan dari kepala sekolah saya masuk, dan memberitahukan sekolah ditutup.
Haduh. Mau memutar kembali ke hotel, terlalu jauh. Kembali ke kost masih tergenang air, dan kemungkinan besar akan kesulitan menembus banjir jika besok harus ke sekolah. Akhirnya, saya lanjutkan perjalanan. Melewati KFC gang Macan, ternyata kering, walau hujan masih turun dengan deras, saya minta sopir taxi menurunkan saya di hotel Ibis, early check in dan keballi istirahat. Wish the flood quickly stop and all is well. Dompet sudah robek, walau tetap menjaga sukacita dalam hati. Tuhan pasti menolong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...