Sabtu, 09 Mei 2015

Jujur itu dari kecil

Membahas ulangan bahasa Indonesia terakhir bersama anak-anakku, membuat aku menyadari telah terjadi salah koreksi. Bukannya sengaja sih. Tapi hanya karena kurang teliti. Jadi kurang teliti ini bukan hanya dilakukan anak. Guru juga kadang, ada waktunya salah, karena kurang teliti. Ada beberapa hal yang mesti disadari si guru,


1. Ia manusia biasa, bisa khilaf dan salah. Kalau salah, tak perlu jaga image, akui dan minta maaflah.

Kadang guru tidak peduli, salah benar, saya benar. Itu gawat. Saya sih belum segawat itu.
Saya minta maaf tidak teliti. Lalu saya minta anak-anak menyerahkan kertas yang salah pada saya untuk saya perbaiki.
Saat itu seorang siswa nyeletuk. Miss, yang dibenarkan juga dikoreksi? Bonus dong, Miss!
Saya sebenarnya tertawa dalam hati. Sebagai ganti jawaban saya bercerita.


Waktu masih kuliah, saya punya dosen pujaan,... jiah... pujaan gitu lho. Namanya bu Pujiati Gultom. Ia itu kalau awal semester, selalu menjelaskan kriteria penilaiannya, sampai cara menghitung nilai. Blak-blakan. Saya suka banget ibu ini, karena ia juga disiplin. Nah, karena sakit, saya sempat terlambat mengumpulkan tugas. Yah terima nasib nilai berkurang. Hitung punya hitung, nilai saya ini harusnya B-. Waktu terima KHS, eh saya lihat nilai Ibu pujaan hati ni B+. Senang dong.

Anak anak riuh sekali mendengar cerita saya. Lalu saya lanjutkan.

Saya temuin bu Puji tersayang ini, "Bu, bener kan nilai saya B+?" Beliau sih iya aja. Kan ada di KHS gitu. Trus saya bilang, "Tapi bu, hitungan saya sih dapatnya B-" Dalam hati saya berharap bu Puji bilang bonus kerajinan atau bonus apa gitu,... Tahu ngga bu Puji ngapain? Dia ngecek daftar nilainya. Dan ternyata nilai saya itu beneran B-. Nyesek banget ngga? Yah pas menghadap BAAK sih agak sedih. Tapi, biar gimana Bu Puji tetap dosen favorit dan Miss gak merasa dirugikan. Memang nilainya hanya segitu. Ikut kuliah kan buat ilmunya, bukan sekadar nilainya.


2. Kekurangan jadi kesempatan pembelajaran.
Melalui kejadian salah koreksi ini, anak-anak belajar bahwa mereka belajar bukan semata-mata demi nilai. Tapi demi pengetahuan itu sendiri. Anak-anak juga belajar memilih, mau jujur, resiko nilainya kena potong, atau mau diam saja, bonuslah salah si guru. Saya memberi tahu anak-anak, yang merasa, benar disalahkan boleh menyerahkan lembar jawabannya nanti diperbaiki. Yang salah dibenarkan kalau mau mengakui juga ngga apa-apa. Nanti diperbaiki semuanya.


Yang bikin saya mbrebes mili adalah,
cukup banyak yang menyerahkan lembar jawabannya untuk dipotong nilainya, walaupun akhirnya jadi tidak sampai KKM. Gimana saya ngga terenyuh gitu?

4 komentar:

Tips Hidup Maksimal

Mendengar suara Tuhan adalah kunci hidup orang percaya menjadi maksimal. Sayangnya seringkali, kita merasa Tuhan tidak berbicara pada kita. ...